Sunday, January 20, 2008

Partai Politik dan Kaderisasi Pemimpin Nasional: Sebuah Catatan

Pada bulan Mei tahun 1998, tonggak demokrasi di Indonesia resmi ditancapkan. Mundurnya Soeharto dari kursi kepresidenan menandai dimulainya babak baru kehidupan politik di negeri ini. Harapan akan terciptanya kehidupan politik nasional yang demokratis begitu kuat menancap dibenak publik. Euforia politik yang mewarnai masa-masa itu diwujudkan melalui pendirian partai politik yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan. Semua berlomba untuk mengisi kevakuman pemimpin nasional.

Di dalam ilmu politik, partai politik mempunyai peranan yang sangat besar di dalam menjamin kelancaran proses politik di dalam sebuah sistem demokrasi perwakilan. Partai politik merupakan agen demokratisasi di dalam sebuah sistem politik yang demokratis. Dalam definisinya, partai politik adalah kumpulan orang-orang yang terikat oleh ideologi tertentu dan mempunyai tujuan kolektif untuk memenangkan pertarungan kekuasaan melalui pemilihan umum. Menjadi penguasa adalah tujuan utama didirikannya sebuah partai politik.

Sebagai agen demokrasi, partai politik mempunyai tugas yang tidak ringan. Selain mempunyai tujuan utama untuk memenangi pertarungan perebutan kekuasaan, partai politik mempunyai tanggung jawab besar untuk memberikan pendidikan politik kepada publik, sosialisasi kebijakan pemerintah dan juga kaderisasi pemimpin melalui proses rekrutmen politik.

Semua tanggung jawab ini sangat penting untuk bisa diemban dengan baik oleh partai politik apabila proses demokratisasi di Indonesia benar-benar bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dua pemilihan umum yang diselenggarakan secara demokratis (tahun 1999 dan 2004) telah menjadi tempat seleksi alam bagi partai politik. Partai yang besar dan kuat akan tetap hidup sementara yang kecil dan lemah (partai gurem) akan tersingkir dengan sendirinya. Terbukti, dari puluhan partai politik yang ada, hanya ada beberapa partai politik yang berhasil memenuhi ambisinya untuk memenangi pertarungan perebutan kekuasaan. Partai Golkar, PDIP, PKB, PPP, PAN, PKS dan Partai Demokrat adalah tujuh partai politik yang berhasil mendominasi peta politik nasional di badan legislatif dan eksekutif.

Kemenangan ini bukan otomatis berarti selesainya tugas partai politik. Kemenangan di dalam pemilihan umum hanyalah langkah awal dari proses yang panjang. Penyaluran aspirasi konstituen dan merubahnya menjadi kebijakan publik yang bertanggung jawab menjadi tugas utama para pemegang kekuasaan. Selain itu, ada tugas yang tak kalah penting yang harus diemban oleh partai politik: kaderisasi pemimpin masa depan.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, salah satu tugas utama partai politik adalah melakukan kaderisasi pemimpin masa depan melalui proses rekrutmen politik. Tugas ini sangat penting untuk dilakukan demi menjaga kesinambungan kepemimpinan dari satu generasi ke generasi yang lain. Apabila proses kaderisasi ini macet, maka transfer kepemimpinan dari generasi tua kepada generasi yang lebih muda juga akan macet.

Survei nasional yang dilaksanakan oleh Lembaga Riset Informasi (LRI) pada bulan Desember 2007 lalu (johanspolling) berusaha memotret peran partai politik di dalam menjalan fungsinya sebagai agen demokrasi. Peranan ketua umum tujuh partai politik yang selama ini mendominasi peta politik nasional dalam melakukan kaderisasi di partai politik yang mereka pimpin dijadikan tolok ukur keberhasilan proses kaderisasi pemimpin nasional di Indonesia.

Di dalam survei ini, responden diminta untuk memberikan penilaian terhadap peranan yang dimainkan oleh ketua umum partai politik dalam melakukan kaderisasi pemimpin nasional (1 nilai terburuk, 9 nilai terbaik). Hasilnya adalah sebagai berikut:



Mayoritas responden memberikan nilai rendah kepada semua ketua umum partai politik (tujuh partai politik: Partai Golkar, PDIP, PKB, PKS, PPP, PAN, Partai Demokrat) dalam mempersiapkan kader pimpinan nasional melalui partai politik yang mereka dipimpin.

Meskipun survei yang dilakukan oleh LRI ini adalah snapshot survey, tetapi dari hasil suvei ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kemandegan proses kaderisasi di dalam partai politik sehingga menimbulkan krisis kepemimpin nasional. Inilah yang menyebabkan langkanya pemimpin nasional alternatif yang bisa dipilih rakyat. Rekrutmen politik yang menjadi salah satu tugas penting partai politik gagal dilakukan. Para ketua umum partai lebih mementingkan penyelamatan posisi masing-masing tanpa memikirkan langkah-langkah tepat untuk mempersiapkan kader-kader pemimpin masa depan melalui partai politik yang mereka pimpin.

Hasil survei ini juga bisa diartikan sebagai adanya sikap elitis yang kuat di kalangan para pemimpin partai sehingga mereka sulit menerima kemunculan wajah-wajah baru yang mungkin mempunyai potensi besar untuk menjadi pemimpin nasional di masa depan. Tokoh-tokoh muda tidak muncul dan elitisme ini pada akhirnya hanya memunculkan kembali tokoh-tokoh lama dengan menggunakan kemasan baru.

Kemandegan proses kaderisasi di dalam partai politik ini telah menimbulkan kekecewaan yang dalam di banyak kalangan. Kekecewaan ini diwujudkan dengan pembentukan partai-partai politik baru dan munculnya wacana calon perseorangan ditengah keinginan kolektif untuk membangun sebuah sistem demokrasi perwakilan yang memposisikan partai politik sebagai satu-satunya agen perubahan. Mahkamah Konstitusi pun mengamininya dengan mengeluarkan keputusan yang mendukung munculnya calon perseorangan di dalam proses politik di Indonesia.

Untuk itu, sangat perlu dan mendesak bagi partai politik, terutama para ketua umumnya, untuk segera memikirkan langkah-langkah strategis yang bisa merubah keadaan ini. Mereka harus segera melakukan perombakan mendasar terhadap sistem rekrutmen politik di dalam partai politik yang mereka pimpin sehingga bisa mendukung proses kaderisasi pemimpin nasional.

Keberhasilan partai politik dalam melakukan proses rekrutmen politik yang bisa menghasilkan kader-kader muda yang handal akan dengan sendirinya menghapuskan kekecewaan publik. Selanjutnya, wajah-wajah baru akan muncul dan siap untuk menggantikan posisi generasi lama. Dengan begitu, kesinambungan kepemimpinan nasional bisa terjaga dan proses demokratisasi di Indonesia akan bisa berjalan dengan baik demi untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Wallahua'lam.

Your Ad Here

0 Komentar:

Post a Comment


Your Ad Here

Your Ad Here


Kembali Depan