Monday, February 26, 2007

Masjid Babri dan Politik Komunal di India

Setiap kali mendengar kata Masjid Babri, ingatan kita akan terbawa kepada hari kelabu pada akhir tahun 1992 di kota kecil bernama Ayodhya di negara bagian Uttar Pradesh, India.

Pada tanggal 6 Desember 1992 masjid tua yang sudah berumur ratusan tahun yang dibangun oleh Mir Baqi pada tahun 1528 sebagai rasa hormat kepada Zahiruddin Mahmud, penguasa Islam pertama di India yang bergelar Babur (harimau), dihancurkan paksa oleh massa dari kelompok Hindu garis keras dengan dalih agama. Masjid tersebut dianggap telah dibangun ditempat kelahiran Rama, tokoh penting didalam teologi Hindu, dan karenanya harus dihancurkan untuk dibangun sebuah kuil bagi Rama. Akibatnya kerusuhan komunal antara Hindu dan Muslim yang menelan korban kurang lebih 3000 jiwa tidak terelakkan.

Sejauh mana sebenarnya efek dari insiden berdarah ini terhadap kehidupan politik di India? Benarkah penghancuran Masjid Babri ini menjadi titik penting segregasi politik India berdasarkan komunalisme ataukah insiden ini sekedar letupan politik yang akan hilang bersama waktu? Tulisan singkat berikut mencoba mengelaborasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.

India adalah sebuah negara besar berpenduduk mayoritas Hindu. Dari total 1,1 milyar penduduk India, 15 persen diantaranya, sekitar 150 juta jiwa, menganut agama Islam. Karenanya Muslim adalah penduduk minoritas terbesar di India.

Pecahnya India pada tahun 1947 menjadi India dan Pakistan didasari keyakinan oleh beberapa tokoh politik India saat itu bahwa Hindu dan Muslim tidak bisa hidup dibawah satu atap negara. Perpecahan berdarah pada bulan Agustus 1947 ini meninggalkan luka emosional dua komunitas besar di Asia Selatan ini. Meskipun pada akhirnya India mengadopsi sebuah sistem pemerintahan yang sekuler dan demokratis, pada perkembangannya, isu komunalisme agama kembali terseret kedalam kancah politik nasional.

Perpecahan dan kemunduran Partai Kongres pasca kepemimpinan Nehru pada tahun 1970an yang berlanjut sampai era 1990an berujung kepada munculnya kekuatan nasionalisme Hindu yang awalnya diusung oleh partai Jan Sangh dan dilanjutkan oleh Bharatiya Janata Party (BJP – Partai Rakyat India) sebagai kekuatan penanding ide sekularisme dan pluralisme yang telah ditanam dan ditumbuhkembangkan oleh Partai Kongres sejak India merdeka. Mengacu kepada keyakinan bahwa India adalah Hindu Rashtra, negara Hindu, BJP yang merupakan tangan politik dari Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), oraganisasi Hindu puritan yang didirikan tahun 1925, memperjuangkan konsep Hindutva (etos Hindu) yang menginginkan adanya satu rakyat, satu bangsa dan satu budaya di India.

Untuk membangkitkan ikatan emosional masyarakat Hindu di India, RSS dan BJP serta didukung oleh organisasi-organisasi Hindu lain seperti Vishva Hindu Parishad, Bajrang Dal serta Shiv Sena mengusung tema pembangunan kuil Rama di Ayodhya dan menjadikan penghancuran Masjid Babri yang selama sejarah India telah menjadi sengketa antara umat Islam dan Hindu sebagai agenda utama. Kelompok Hindu puritan berpendapat bahwa masjid tersebut telah dibangun ditempat kelahiran Rama dan karenanya harus dihancurkan untuk kemudian dibangun sebuah kuil untuk Rama. Pada saat yang sama, orang Islam India berpendapat, dengan merujuk kepada Baburnama, buku harian Raja Babur, bahwa masjid tersebut dibangun dengan sah dan tanpa mengganggu hak dan kehormatan kelompok agama lain.

Kampanye politis penuh nuansa komunalisme dan kebencian yang dimulai pada awal tahun 1980an dan berpuncak pada insiden berdarah penghancuran Masjid Babri pada tahun 1992 (berlanjut kepada kerusuhan-kerusuhan komunal di Mumbai, Maharashtra tahun 1993 dan Godhra di Gujarat pada tahun 2002) ini telah memberikan hasil politik yang variatif kepada BJP.

Kesuksesan BJP membangun ikatan emosional dengan pemilih, terutama dengan golongan Hindu kasta tinggi yang merasa dicurangi oleh kebijakan pemerintah melalui implementasi proyek Mandal yang menyediakan reservasi pekerjaan untuk golongan Hindu kasta rendah, telah mengantarkan BJP ketampuk kekuasaan di negara bagian Uttar Pradesh pada tahun 1991. BJP memenangi 221 kursi dari 425 kursi dewan yang diperebutkan. Ini menunjukkan bahwa isu keagamaan bisa diangkat sebagai tema utama kampanye politik.

Akan tetapi, pasca insiden Masjid Babri 1992, reaksi terhadap sikap militan BJP ini berbalik 180 derajat. Hasil sebuah jajak pendapat pasca insiden oleh majalah nasioanl India Today menunjukkan bahwa 52 % rakyat India menolak penghancuran Masjid Babri, 39 % mendukung dan 8 % tidak mempunyai pendapat. 52 % responden jajak pendapat ini berpendapat BJP telah melanggar hukum. Hal ini dibuktikan lebih lanjut dengan kekalahan BJP didalam pemilu daerah di Madhya Pradesh dan Uttar Pradesh pada tahun 1993. Dikedua daerah ini BJP bersikap sangat militan dan kerusuhan akibat insiden Masjid Babri sangatlah besar dampaknya. Sementara didaerah-daerah pemilihan lain dimana BJP bersikap moderat, hasilnya masih berpihak kepada BJP. Mereka menang di Rajasthan, Gujarat dan Maharashtra.

Keadaan yang bertolak belakang ini telah membuat BJP menata ulang strategi politiknya. Oleh karenanya, meskipun hubungannya dengan organisasi-organisasi Hindu puritan masih sangat dekat, di dalam pemilu-pemilu berikutnya – 1996, 1998 dan 1999, BJP memroyeksikan diri sebagai partai moderat yang memikirkan kepentingan umum daripada sebuah partai Hindu nasionalis yang militan. Selain sebagai konsekwensi dari pemroyeksian BJP sebagai penantang partai-partai politik lain yang mempunyai basis pendukung serupa, keputusan ini diambil karena untuk memperbesar jumlah pendukung.

Perubahan strategi politik ini telah mengantarkan BJP menjadi sebuah kekuatan politik dominan, pesaing utama Partai Kongres. Jumlah kursi parlemen yang diperoleh BJP semakin meningkat hingga pada akhirnya, pada pemilu tahun 1999, BJP dan Aliansi Demokrasi Nasional-nya berhasil memenangi pemilu nasional dan membentuk pemerintahan di New Delhi. Keberhasilan ini tak lepas dari keputusan pimpinan BJP untuk menjadikan BJP sebagai partai moderat yang berfokus kepada liberalisasi ekonomi dan penghapusan korupsi serta afirmasi terhadap konsep sekularisme dan penangguhan rencana pembangunan kuil Rama di Ayodhya.

Dari uraian singkat diatas dapat disimpulkan bahwa insiden Masjid Babri merupakan momen penting didalam peta perpolitikan India. Meskipun secara historis Masjid Babri dibangun dengan sah dan tanpa mengganggu hak dan kehormatan kelompok agama lain dan pada saat insiden ini terjadi Masjid Babri tinggallah sebuah masjid tua yang terbengkalai, ikatan emosionalnya sebagai bagian dari sebuah komunitas di India telah memprovokasi terjadinya kerusuhan komunal yang menelan banyak korban nyawa tak bedosa. Insiden ini telah melahirkan sebuah kekuatan politik nasionalis militan, BJP, yang menjadi penanding Partai Kongres yang sekuler.

Dengan menjual nilai emosional keagamaan, BJP mampu meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Meskipun pada akhirnya BJP harus merubah strategi politiknya menjadi lebih moderat dan mengesampingkan impian-impian idealisnya demi pragmatisme politik, namun harus diingat bahwa ide-ide seperti Hindu Rashtra serta Hindutva yang diusung oleh BJP tidak akan pernah ditinggalkan. Letupan sejarah berupa insiden Masjid Babri ini, meskipun pada akhirnya akan meredup bersama waktu, tetapi ia merupakan luka yang setiap saat bisa dikorek kembali untuk kepentingan pragmatis para politisi.

Sebagai penutup, insiden Masjid Babri merupakan letupan politik yang telah menciptakan segregasi politik rakyat India berdasarkan ikatan emosional keagamaan. Luka yang ditinggalkan oleh letupan politik ini akan dengan mudah muncul kembali dan mengoyak-oyak tatatan sosial yang ada apabila rakyat India tidak menyadarinya. Mungkin hanya dengan kedewasaan politik rakyat India-lah luka yang menyakitkan ini akan bisa disembuhkan dan ditutup selamanya. Tragedi kemanusiaan seperti yang terjadi pada tahun 1947, yang kemudian terulang pada tahun 1992-1993 dan 2002 di Gujarat, sudah cukup menjadi peringatan bagi semua orang bahwa militansi komunalisme demi kepentingan pragmatis dan sesaat hanya berakibat kepada luka sosial dan bencana kemanusiaan yang sangat menyakitkan.

Your Ad Here

0 Komentar:

Post a Comment


Your Ad Here

Your Ad Here


Kembali Depan