Thursday, November 30, 2006

Presiden Hu Jintao dan Hubungan India – Cina

Minggu lalu, dua raksasa Asia, India dan Cina, bertemu untuk membangun babak baru hubungan bilateral kedua negara dan meninggalkan luka lama yang selama ini mengganjal. Presiden Cina Hu Jintao melakukan lawatan kerja ke India selama empat hari, 20 – 24 Nopember 2006 sebelum bertolak ke Pakistan. Kunjungan ini adalah kunjungan pertama yang dilakukan oleh Presiden Cina selama sepuluh tahun terakhir setelah kunjungan bersejarah oleh Presiden Jiang Zemin pada tahun 1997.

Banyak pengamat menilai kunjungan ini sebagai momen penting hubungan India – Cina dimana kedua negara berusaha untuk membangun kembali semangat kebersamaan yang mereka punyai pada tahun 1950an, “Hindi Chini Bhai Bhai” (India dan Cina adalah saudara). India dan Cina berusaha meyakinkan masing-masing pihak bahwa mereka adalah rekan sejawat, bukan rival atau kompetitor.

Meskipun tidak terjadi hal sangat penting didalam kunjungan ini, tetapi ada beberapa hal yang cukup penting yang bisa mempengaruhi keseimbangan hubungan kedua negara di masa datang. Karena dalam kunjungan ini, kedua negara setuju untuk menandatangani perjanjian kerjasama yang meliputi berbagai bidang seperti bidang komersial, politik dan juga bidang-bidang strategis lainnya.

Dalam bidang komersial, kedua negara setuju untuk melipatgandakan nilai hubungan dagangnya dari jumlah yang ada sekarang menjadi US$40 milliar pada tahun 2010 nanti. Sebuah komite kerjasama akan dibentuk untuk mempelajari kemungkinan penerapan Kerjasama Perdagangan Regional India – Cina. Pada saat yang sama, untuk memfasilitasi hubungan langsung antar penduduk India dan Cina dan untuk mempermudah urusan-urusan bisnis, sebuah konsulat baru Cina akan dibangun di Kolkata dan sebuah konsulat India di Guangzhou.

Menurut Manoranjan Mohanty dari Institute of Chinese Studies, kedua konsulat yang akan segera dibangun ini akan membantu India dalam kebijakan melihat ke timurnya (Look East Policy) dan Cina dalam kebijakan melihat ke baratnya (Look West Policy).

Sengketa wilayah perbatasan yang selama ini menjadi duri hubungan bilateral India – Cina juga dibahas didalam kunjungan ini. India dan Cina setuju untuk membentuk badan khusus yang bertugas untuk mencari jalan terbaik guna mempercepat proses penyelesaian masalah ini. Sebuah jalur layanan khusus (hotline) antara Kemenlu kedua negara juga akan dibentuk dimana nantinya bisa digunakan untuk membangun sebuah kerjasama yang lebih dekat antara kedua negara dan sebagai sebuah jalan singkat untuk menghilangkan kesalahpahaman yang muncul kelak.

Mengenai terorisme, India dan Cina setuju untuk merevitalisasi dan memperluas Mekanisme Dialog India – Cina untuk Melawan Terorisme guna memerangi terorisme, separatisme, ekstrimisme dan memerangi hubungan antara terorisme dan kejahatan yang terorganisir secara bersama.

Kerjasama bidang energi juga menjadi agenda penting kunjungan ini. Kedua negara setuju untuk membangun kerjasama teknologi nuklir sipil. Dengan memperhatikan perkembangan positif persetujuan kerjasama nuklir India – AS dan dukungan dari Rusia, India berharap bisa membujuk Cina, salah satu negara kunci anggota Kelompok Penyuplai Nuklir (NSG – Nuclear Suppliers Group), untuk memberikan dukungan terhadap usaha India guna mencukupi kebutuhan energinya yang semakin besar melalui teknologi nuklir. Dukungan dari Cina ini akan menambah kepercayaan diri India untuk mengembangkan teknologi nuklir sipilnya.

Banyak pihak menyambut positif hasil dari kunjungan ini. Presiden India, Abdul Kalam, menyambut baik perkembangan ini dan mengatakan bahwa sebuah babak penting hubungan bilateral India – Cina telah terbangun. Hubungan ini akan terus tumbuh dan berkembang menjadi sebuah hubungan yang mencakup berbagai bidang di tahun-tahun mendatang. Dia menambahkan bahwa trend positif yang muncul dari hubungan bilateral India – Cina ini akan mempererat suasana harmonis di Asia.

Namun begitu, ada sebagian pihak yang meragukan entusiasme Cina dalam membangun hubungan bilateral yang lebih baik.

Menurut Bharat Karnad, professor di Center for Policy Research di New Delhi, klausa didalam pernyataan bersama tentang kerjasama nuklir tidak berarti bahwa Cina dengan serta merta akan mempermudah proses konsensus di NSG demi kepentingan India (perlu diingat, keputusan di NSG diambil atas dasar consensus, tidak melalui pemungutan suara). Klausa ini hanyalah sebuah manuver politik Cina belaka ditengah perkembangan positif persetujuan kerjasama nuklir India – AS dan ada kemungkinan bahwa ini merupakan sikap Cina yang sebenarnya yang bisa mengganjal ambisi India membangun teknologi nuklir sipil. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa hingga saat ini, hanya Uraniumlah yang bisa diberikan oleh Cina ke India, sementara India mampu memberikan kemajuan teknologi yang dimilikinya kepada Cina.

Selain tentang teknologi nuklir, ada juga masalah perbatasan. Karnad mengatakan bahwa pernyataan yang dibuat oleh Cina hanyalah pemanis mulut belaka dan status quo-lah yang nantinya akan berlaku. Munculnya sikap skeptis seperti ini mempunyai dasar pernyataan yang dibuat oleh Dubes Cina untuk India dalam sebuah wawancara dengan stasiun TV India beberapa hari sebelum kedatangan Presiden Hu bahwa Arunachal Pradesh, negara bagian India yang berbatasan langsung dengan Cina yang menjadi sumber persengketaan perbatasan India – Cina, adalah bagian yang sah dari Cina.

Pembukaan Nathu La di perbatasan Sikkim (India) dan Yadong County (Cina) beberapa waktu lalu untuk menghilangkan relevansi perbatasan antara penduduk didaerah itu adalah satu hal yang luar biasa, tetapi klaim Cina atas Arunachal Pradesh adalah satu hal yang tidak bisa diterima oleh India.

Begitu juga dengan pencalonan diri India untuk menjadi anggota tetap di DK PBB. Meskipun pemerintah Cina mengakui betapa pentingnya posisi India dipanggung dunia internasional dan mengerti serta mendukung aspirasi India untuk memainkan peranan yang lebih besar di PBB, tetapi Cina tidak mau menyatakan dukungan secara terbuka atas pencalonan India sebagai anggota tetap DK PBB.

Sebagai penutup, meskipun masih terdapat perbedaan diantara kedua negara dalam beberapa hal, secara positif, kunjungan Presiden Hu Jintao ke India kali ini merupakan satu kemajuan penting hubungan bilateral kedua negara. Penandatangan perjanjian yang meliputi berbagai macam aspek hubungan bilateral menjadi pertanda mencairnya sikap dingin hubungan bilateral India – Cina. Perjanjian ini juga memperkuat keyakinan umum bahwa perbedaan politik tidak menjadi penghalang bagi perbaikan hubungan bilateral yang lebih baik, terutama dalam bidang ekonomi, dimasa mendatang.

Jadi meskipun faktor P (Pakistan adalah sekutu dekat Cina dan rival utama India di Asia Selatan) akan tetap menjadi salah satu pengganjal kedekatan hubungan India – Cina, terciptanya hubungan baik India dan Cina adalah sebuah kebutuhan global dan strategis yang penting. India dan Cina bukanlah rival ataupun kompetitor tetapi mereka adalah teman, rekan sejawat yang saling membantu demi kemajuan bersama.

Your Ad Here

0 Komentar:

Post a Comment


Your Ad Here

Your Ad Here


Kembali Depan