Monday, March 06, 2006

Hamas, Pemilu Israel dan Perdamaian

Setelah sukesnya pemilu Palestina pada akhir bulan Januari lalu, akhir bulan Maret ini Israel akan mengadakan praktek demokrasi serupa ditengah dilema sikap yang harus diambil oleh publik dan pemerinah Israel atas pemerintahan Palestina yang baru.

Hasil pemilu Palestina akhir Januari lalu telah memberikan kejutan kepada semua pihak dimana Hamas, sebuah kelompok Islam militan di Palestina yang telah memboikot pemilu Palestina sebelumnya, memutuskan untuk mengikuti proses demokrasi dan menjadi pemenang mutlak dalam pemilu Januari lalu, mengalahkan kelompok Fatah. Kemenangan Hamas ini serta merta mendapatkan reaksi beragam dari berbagai penjuru dunia.

Israel dan sekutunya (AS dan negara-negara Eropa) dengan serta merta menyatakan kekhawatirannya kepada masa depan Otoritas Palestina dibawah Hamas. Mereka meminta Hamas untuk segera meninggalkan kekerasan dan mengakui keberadaan Israel sebagai sebuah negara berdaulat. Ancaman terbesar yang mereka persiapkan adalah penghentian dana bantuan kepada Otoritas Palestina apabila Hamas gagal atau tidak mau merubah pendiriannya itu.

Ancaman dan tekanan ini tidak membuat lantas Hamas gentar tetapi sebaliknya, pemerintahan Palestina baru yang telah dibentuk oleh Hamas dibawah pimpinan Ismail Haniyah tetap bersikeras mempertahankan sikap militannya, meskipun disatu sisi mereka bersedia untuk melakukan negosiasi perdamaian dengan Israel dengan syarta Israel bersedia untuk menarik diri dari semua wilayah Palestina yang didudukinya.

Sikap pemerintah Palestina yang baru ini mendapatkan dukungan dari beberapa pihak. Suriah yang beberapa bulan terakhir merasa dipojokkan dunia karena tuduhan keterlibatan pemerintah Suriah terhadap terbunuhnya mantan PM Lebanon Hariri menyatakan dukungan kuatnya kepada Hamas dan meminta Israel untuk memenuhi permintaan ini. Sebuah permintaan yang dianggap wajar oleh Suriah.

Dukungan serupa juga muncul dari Rusia dan Perancis. Kedua negara berkeinginan untuk menjalin kerjasama yang baik dengan pemerintahan Palestina yang baru. Akhir bulan lalu, pemerintah Rusia telah mengundang perwakilan pemerintahan Palestina ke Moskow untuk mengadakan pembicaraan tentang masa depan Palestina dan perdamaian di Timur Tengah. Ini adalah sebuah sinyal positif untuk masa depan pemerintahan Hamas.

Pemilihan Umum Israel

Stroke berat yang menimpa PM Israel Ariel Sharon awal Januari lalu telah membuka kesempatan baru persaingan politik didalam pemilihan umum mendatang. Partai Likud dan Partai Buruh seakan mendapatkan angin segar dengan perkembangan yang terjadi di kubu Kadima dan hasil pemilihan umum di Palestina.

Dibawah kepemimpinan Ariel Sharon, Kadima, sebuah partai alternatif baru dikancah politik Israel, telah diprediksikan untuk memenangkan pemilihan umum ini. Tetapi perubahan skenario yang tiba-tiba melalui pergantian kepemimpinan Kadima dari Ariel Sharon ke Ehud Olmert telah menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan Kadima dan perdamaian di Timur Tengah. Mampukah pendekatan damai yang diadopsi oleh Kadima menjadi tiket kemenangan partai didalam pemilihan umum Israel mendatang? Jawabannya ada dua: Ya dan Tidak.

Jawaban pertama bisa terwujud apabila beberapa faktor berikut bisa dipenuhi. Pertama, kemampuan kepemimpinan baru Kadima untuk meyakinkan publik bahwa perdamaian adalah satu-satunya proses menuju masa depan Israel yang lebih baik. Kedua adalah faktor eksternal, niat baik dari pemerintahan baru di Palestina untuk melakukan kerjasama dengan Israel dalam menciptakan perdamaian. Ketiga, perubahan pola pikir publik.

Kepemimpinan kharismatik Ariel Sharon dan kepercayaan publik yang tinggi atas kemampuan Sharon untuk membawa Israel kepada masa depan yang lebih baik, yang damai, telah mengangkat popularitas Kadima dimata publik. Meskipun keputusan Ariel Sharon untuk melakukan penarikan unilateral pendudukan Israel dari wilayah Jalur Gaza bulan Agustus lalu mendapatkan tentangan keras dari kelompok Yahudi garis keras, terutama dari Partai Likud, tetapi publik percaya bahwa keputusan itu adalah yang terbaik dan Ariel Sharon akan mampu memberikan jaminan masa depan yang lebih baik kepada Israel.

Kepemimpinan Kadima pasca Sharon, dimana saat ini Ehud Olmert dianggap sebagai calon terkuat untuk menggantikan kedudukan dan kepemimpinan Sharon, harus mampu meyakinkan publik tentang pilihan damai ini. Kedewasaan politik para pemimpin partai didalam menyikapi hasil pemilu Palestina akan menjadi modal dasar penting untuk meneruskan cita-cita damai Ariel Sharon.

Faktor kedua merupakan faktor eksternal yang berasal dari pemerintahan Palestina yang baru. Keputusan Hamas untuk mengikuti pemilu telah membuktikan keinginannya untuk berubah dan memoderatkan sikapnya sebagai konsekwensi tanggung jawab moral kepada publik Palestina. Meskipun sampai saat ini Hamas tetap bersikaras untuk tidak merubah pendiriannya dengan tidak mengakui keberadaan Israel, pada saat yang sama Hamas telah menyatakan kesiapannya untuk berubah apabila situasi mengharuskannya mengambil keputusan itu.

Keengganan Hamas untuk mencabut pendiriannya itu bisa dipahami dari kenyataan bahwa Israel saat ini tengah berada dipersimpangan dan Hamas belum tahu siapa nantinya yang akan menjadi rekan perundingan perdamaian Palestina – Israel.

Faktor ketiga yang bisa mengantarkan Kadima sebagai pemenang pemilu Israel mendatang berasal dari perubahan pola pikir publik terhadap proses perdamaian. Apabila publik bisa mempercayai Ariel Sharon, mereka juga harus memberikan kesempatan kepada penerus Ariel Sharon untuk merealisasikan impian ini. Praktek demokrasi yang selama ini telah menjadi bagian hidup publik Isreal bisa menjadi modal dasar perubahan pola pikir mereka.

Jawaban kedua bisa menjadi kenyataan apabila faktor-faktor seperti disebutkan diatas gagal diwujudkan dan keengganan sikap luar, terutama AS, untuk mengakui pemerintahan baru di Palestina dan memberikan kesempatan kepada Hamas untuk berubah.

Sebagai penutup, masa depan perdamaian Palestina – Israel saat ini sangat tergantung kepada hasil pemilihan umum Israel akhir Maret ini. Siapapun nantinya yang muncul sebagai pemenang harus berhadapan dengan pemerintahan Hamas di Palestina.

Apabila Kadima memenangkan pemilu ini maka perdamaian akan dipastikan bisa menjadi kenyataan. Tetapi sebaliknya, apabila kepemimpinan Kadima yang baru gagal melakukan konsolidasi politik dan gagal mempengaruhi publik Israel akan pentingnya perdamaian bagi masa depan Israel dan kelompok garis Yahudi keras memenangkan pemilu ini, eskalasi kekerasanlah yang akan mewarnai hubungan Israel – Palestina. Perdamaian hanya akan tetap menjadi impian dan rakyat dikedua pihak hanya akan menjadi korban-korban yang tak berdosa.

Your Ad Here

0 Komentar:

Post a Comment


Your Ad Here

Your Ad Here


Kembali Depan