Monday, January 09, 2006

Israel Setelah Ariel Sharon

Stroke berat yang tiba-tiba menyerang PM Israel Ariel Sharon akhir pekan lalu menimbulkan pertanyaan besar terhadap masa depan Israel dan perdamaian di Timur Tengah. Peranan penting yang selama ini dimainkan PM Sharon di wilayah itu seakan menjadi kosong karena hingga saat ini belum ada satu orang tokoh pun yang mempunyai kemampuan dan karisma seperti Ariel Sharon.

Pentingnya pengaruh PM Sharon di Timur Tengah itu ditunjukkan dengan penundaan yang tiba-tiba atas kunjungan kerja Sekretaris Negara AS Condoleeza Rice ke Asia setelah mengetahui kondisi kesehatan PM Sharon.

Kejadian tiba-tiba tersebut datang pada saat sangat krusial karena Israel saat ini tengah mengalami tantangan-tantangan ekonomi, politik, dan keamanan yang sangat berat selama sejarah berdirinya negara itu. Tidak ada pilihan lain bagi calon pengganti Sharon kelak selain meneruskan agenda politik yang telah dirancangnya.

Ketika PM Sharon keluar dari Partai Likud yang beraliran keras pada Desember 2005 untuk kemudian membentuk partainya sendiri, Kadima, yang beraliran tengah, krisis parlemen di Israel tidak bisa dielakkan lagi.

Pada saat yang sama, krisis di parlemen itu juga memberikan kesempatan baru kepada publik Israel untuk mengarahkan kembali sistem politik yang ada. Sebab, dengan munculnya Kadima yang beraliran tengah, maka muncul sebuah kekuatan penyeimbang antara Partai Likud dan Partai Buruh.

Semenjak didirikannya Kadima, partai itu mendapatkan dukungan dan simpati yang tinggi dari publik. Menurut jajak pendapat terakhir, Kadima mempunyai kesempatan yang besar untuk memenangkan pemilihan umum yang akan dilaksanakan bulan Maret depan.

Masa depan cerah Kadima itu tidak lepas dari karisma dan kepemimpinan Sharon yang mampu menarik tokoh-tokoh penting dari Partai Likud maupun Partai Buruh seperti Shimon Peres untuk bergabung dengan partainya.

Selain itu, publik Israel seakan mempunyai kepercayaan tinggi kepada Ariel Sharon yang dianggap sebagai satu-satunya tokoh di Israel yang mampu melindungi publik Israel dari segala ancaman yang muncul. Pada saat yang sama, dia juga mampu mengambil keputusan tegas apabila memang diperlukan seperti penarikan Israel dari wilayah Gaza sebagai sebuah usaha untuk mencapai perdamaian dengan Palestina.

Jadi, meski PM Sharon tidak mampu sepenuhnya memberikan perdamaian dan keamanan sebagaimana yang dijanjikannya di dalam pemilu lalu, paling tidak, publik Israel mempunyai kepercayaan tinggi kepada Sharon dan agenda yang diusung oleh partai barunya.

Pemerintahan Baru

Skenario yang mungkin berlaku di Israel pasca-Sharon adalah bahwa Kadima akan mampu membentuk pemerintahan baru setelah pemilihan umum Maret mendatang melalui aliansi dengan Partai Buruh dan kelompok-kelompok keagamaan lainnya untuk kemudian mengambil sebuah jalan tengah antara pendekatan land for peace-nya Partai Buruh dan pendirian keras yang diambil Partai Likud.

Tetapi, skenario kemenangan Kadima itu sangat bergantung kepada kemampuan Ehud Olmert -satu-satunya orang yang mempunyai kesempatan besar untuk menggantikan posisi Ariel Sharon di Kadima- untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan Sharon. Sebab, sangatlah sulit bagi siapa pun tokoh politik di Israel untuk menggantikan posisi yang ditinggalkan tokoh sekaliber Sharon -seorang jenderal yang hebat, seorang panglima perang yang kontroversial, dan seorang politikus ulung.

Tantangan

Sebagai penutup, satu hal yang harus ditekankan di sini bahwa selain dilema kepemimpinan politik yang sedang terjadi di dalam negeri Israel saat ini, strategi perdamaian dengan Palestina yang secara unilateral telah diambil PM Sharon menjadi sebuah tantangan ke depan tersendiri bagi Israel.

Keputusannya melakukan penarikan unilateral Israel dari Gaza berarti bahwa proses perdamaian yang terjadi di Timur Tengah berjalan satu arah, tidak diperlukan mitra kedua untuk menyukseskan jalannya strategi itu.

Proses perdamaian satu arah dengan tanpa melibatkan pihak Palestina itulah yang bisa menimbulkan permasalahan. Sebab, meski pada akhirnya penarikan unilateral yang dilakukan Israel dari wilayah Palestina yang dikuasainya bisa memberikan rasa keamanan kepada publik Israel hingga pada poin Israel bisa melakukan negosiasi perdamaian terakhir dengan negara-negara Arab, tetapi strategi itu bisa menjadi bumerang bila pada akhirnya kelompok garis keras di Palestina, Hamas, memenangkan pemilihan umum dalam waktu dekat.

Minggu-minggu dan bulan-bulan ke depan akan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini, seberapa banyak absen Ariel Sharon berpengaruh terhadap masa depan Israel khususnya dan Timur Tengah secara umum.


Ps.
Tulisan ini dimuat di kolom Opini harian nasional Jawa Pos edisi Rabu, 11 Januari 2006 dan bisa di akses di:
http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=206262

Your Ad Here

0 Komentar:

Post a Comment


Your Ad Here

Your Ad Here


Kembali Depan