Wednesday, April 20, 2005

Agenda Baru Neo-Kon di Asia Selatan?

Ketika Sekretaris Negara AS Condoleeza Rice melakukan lawatan kerja ke India pada bulan Maret lalu, pejabat pemerintah AS mengatakan bahwa misi utama dari kunjungan ini adalah 'untuk membantu India menjadi sebuah kekuatan besar di abad ke-21'. Pernyataan ini menimbulkan sebuah pertanyaan yang harus dijawab: mengapa satu-satunya negara adidaya di dunia ingin melakukan hal tersebut? Melalui tulisan ini, pertanyaan tersebut akan dijawab.

Selama ini beredar tiga pandangan yang berbeda tetapi serupa tentang India di AS. Kelompok internasionalis moderat seperti Colin Powell, meskipun sadar akan potensi yang dipunyai India, tetapi mereka tidak melihat pentingnya India sebagai pemain utama didalam orde baru global. Kelompok neo-konservatif, meskipun tertarik dengan suksesnya praktek demokrasi di India, tidak begitu melihat peranan penting yang bisa dilakukan India dalam membantu implementasi agendanya untuk menerapkan demokrasi di dunia Muslim Arab. Sebaliknya, kelompok ketiga, realpolitik konservatif, percaya bahwa India adalah sebuah kekuatan besar yang berpotensi untuk menandingi Cina. Disinilah ditemukan titik temu diantara perbedaan pandangan antara tiga kelompok ini: potensi besar India dimasa depan.

Apabila kita memutar kembali waktu kebelakang, kembali kedalam masa pemerintahan Presiden Clinton, maka kita akan menemukan ambisi AS untuk mendominasi peta dunia global pasca perang dingin. AS berusaha untuk mengimplementasikan sebuah agenda liberal internasional melalui intervensi kemanusiaan, pengenalan dan penerapan demokrasi dan kontrol senjata nuklir global. Di Asia Selatan, India khususnya, agenda ini menemui tantangan yang sengit, terutama tentang kontrol senjata nuklir ketika India melakukan uji coba nuklir Pokhran II pada pertengahan musim panas tahun 1998. India berasalan bahwa pengembangan teknologi nuklir adalah hak bagi semua negara merdeka di dunia tanpa terkecuali India. Sebagai akibatnya, India menerima kecaman dan sangsi ekonomi dari berbagai penjuru dunia, termasuk memburuknya hubungan bilateral India - AS.

Ketika George W. Bush mengambil alih tampuk pimpinan, dia menerima warisan intelektual dari pendahulunya bahwa demokrasi adalah sebuah sistem yang taat hukum yang tidak akan berperang antara satu dengan yang lain dan bahwa pada umumnya sejalan dengan keinginan keamanan AS. Oleh karena itulah, tanpa mengingat kembali dosa India tentang senjata nuklir, AS berusaha untuk merangkul India sebagai rekan strategis di Asia Selatan. Presiden Bush dan pengikutnya mempunyai keyakinan bahwa India akan mampu menjadi penanding Cina di Asia dan bahwa adalah hal penting bagi AS untuk menjalin hubungan baik dengan negara-negara yang mempunyai potensi untuk menjadi kekuatan besar di dunia seperti Rusia, Cina dan India. Selain itu, India sebagai negara demokrasi terbesar didunia menjadi sebuah kekuatan yang harus diperhitungkan didalam usaha kelompok neo-konservatif untuk menerapkan agenda demokrasi di dunia.

Dominasi kelompok neo-konservatif dan realpolitik konservatif didalam administrasi kedua Presiden Bush semakin memperjelas ambisi AS untuk menata ulang peta politik global. Demokrasi telah menjadi kata kunci dalam agenda penting AS ini. India, negara demokrasi terbesar didunia, menjadi bagian penting yang tidak bisa begitu saja dipisahkan dari agenda ini. Potensi India untuk menjadi pemain utama dunia di abad ini telah banyak ditunjukkan. Beberapa diantaranya adalah kemampuan diplomasinya untuk segera melepaskan diri dari sangsi berat pasca Pokhran II, kemampuan untuk menahan diri dalam konflik Kargil denga Pakistan pada tahun 1999 lalu dan belum lama ini, yang membuat takjub orang-orang di Washington, adalah usaha India didalam usahanya untuk menanggulangi bencana tsunami Asia pada Desember 2004 lalu. India, seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Luar Negerinya Shyam Saran, menjadi satu-satunya anggota kelompok inti (core group) yang mampu menunjukkan usaha-usaha penanggulangan bencana tsunami yang telah dilakukan kepada anggota lainnya, dan bukan hanya menunjukkan usaha-usaha yang akan dilakukan. Satu tindakan sigap yang penting untuk diperhatikan bila mengingat posisi India sebagai salah satu korban tsunami Asia.

Sebagai penutup, meskipun saat ini India, dengan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, telah mulai mampu menunjukkan peranan pentin di Asia Selatan dan Tenggara, tetapi masih terdapat beberapa hal yang harus dibenahi untuk merealisasikan ambisi India untuk menjadi pemain penting didalam abad baru ini. Sebagai contoh, restu dari Washington atas pencalonan India sebagai anggota DK PBB baru dan transfer teknologi nuklir sipil dan angkasa AS ke India akan menjadi sebuah titik tolak penting realisasi agenda AS untuk menata ulang tatanan peta politik global. Aliansi strategis India – AS, bisa menjadi sebuah kekuatan baru untuk mengontrol dominasi Cina di Asia. Usaha AS untuk merangkul India sebagai kekuatan strategis di Asia ini seakan menjadi bukti atas pernyataan dari pujangga Inggris, T.S. Eliot, bahwa diantara ide dan realitas terdapat bayang-bayang. Artinya, diantara ide tentang Asia yang makmur, demokratis dan damai, dan realitas kepedulian Amerika Serikat, terdapat bayang-bayang Beijing.

A. Qisa'i

New Delhi, April 2005

Your Ad Here

0 Komentar:

Post a Comment


Your Ad Here

Your Ad Here


Kembali Depan