Thursday, December 15, 2005

Sidney Jones dan Terorisme di Indonesia

Masih teringat dalam benak saya ketika didalam sebuah diskusi ringan, salah satu rekan saya di India yang belajar Islamic Studies, dengan bangga memberikan referensi nama Sidney Jones, seorang intelektual Australia yang mengepalai organisasi International Crisis Group di Jakarta. Disitu dengan bangganya rekan saya menelan bulat-bulat pandangan-pandangan Sidney Jones tentang Islam dan Muslim di Indonesia. Sungguh mengesankan memang analisa yang diberikan oleh orang yang bernama Sidney Jones ini. Tetapi pagi ini, ketika saya membaca berita di Media Indonesia Online edisi 16 Desember 2005 dengan judul Sidney Jones: Masih Ratusan Orang Terlibat Kelompok Teroris, saya seakan menjadi ragu akan integrasi dari Sidney Jones sebagai seorang intelektual yang obyektif. Sebab didalam pernyataan yang dibuat oleh Sidney Jones didalam artikel tersebut, seakan menunjukkan kesan adanya sebuah agenda tersembunyi yang kalau boleh saya artikan adalah sebuah usaha untuk tetap membuat Indonesia tidak aman/stabil serta usaha-usaha untuk memecah belah persatuan Indonesia melalui anjuran pemetaan pusat-pusat terorisme yang menurut SJ akan mempermudah memerangi bahaya terorisme.

Ungkapan ini seakan senada dengan pernyataan Presiden Bush bahwa dengan menghacurkan Taliban di Afghanistan dan Saddam Hussein di Iraq, maka bahaya terorisme akan terhapuskan. Dan terbukti bahwa dengan terjadinya pre-emptive strikes dikedua negara ini, keadaan tidak menjadi aman, tetapi malah sebaliknya, ancaman terror semakin meluas dan berkembang keseluruh pelosok dunia.

Memang benar bahwa saat ini, sebagaimana diungkapkan didalam KTT Luar Biasa Ketiga Negara-Negara Islam yang baru saja selesai dilaksanakan di Saudi Arabia, Islam sedang mengalami permasalahan yang sangat pelik dan menyedihkan, seperti ancaman terror yang berasal dari kelompok-kelompok Muslim radikal, tetapi anjuran pemetaan seperti yang dilontarkan oleh Sidney Jones untuk menyelesaikan permasalahan terorisme di Indonesia tidak bisa diterima begitu saja. Sebab apabila kita dengan begitu saja menerima anjuran-anjuran semacam ini untuk menyelesaikan permasalahan terorisme yang sangat kompleks ini, maka kita tidak akan bisa dengan sukses menyelesaikannya, tetapi sebaliknya, kita hanya akan terjebak didalam konflik horizontal yang tidak akan pernah kunjung usai.

Mengambil satu poin yang dihasilkan didalam KTT Luar Biasa ini, bahwa reformasi pendidikan tentang pemahaman keislaman akan menjadi sebuah langkah awal penting didalam menciptakan masyarakat Muslim yang moderat dan bahwa perbedaan didalam penafsiran tentang Islam merupakan sebuah keniscayaan, menurut saya ini merupakan sebuah poin positif. Dengan berpijak kepada pemahaman ini, maka perbedaan penafsiran yang selama ini muncul tentang Islam, tidak akan menjadi permasalahan yang harus diperdebatkan, sebaliknya ini menunjukkan kekayaan dari pemikiran Islam yang harus dipupuk untuk menciptakan pemahaman tentang Islam yang lebih baik. Selain itu, dialog antar agama hanya akan membantu meningkatkan pemahaman terhadap intisari dari agama-agama yang ada yang pada akhirnya bisa menciptakan pemahaman yang lebih baik didalam menyikapi permasalahan horizontal yang muncul kelak.

Oleh karena itulah, apabila Indonesia ingin menang didalam perang melawan terorisme, pemahaman pemerintah khususnya terhadap ajaran-ajaran Islam dan juga pelaksanaan dialog dengan komunitas keagamaan yang lain perlu ditingkatkan. Dengan pendekatan seperti ini tentulah sebuah hasil positif akan muncul sehingga praktek kambing hitam atas komunitas/kelompok tertentu akan dapan dihindakan. Kebijakan seperti ini juga akan mempertinggi dukungan masyarakat Indonesia terhadap pemerintah didalam usahanya memerangi bahaya terorisme demi untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik, yang demokratis, yang adil, makmur dan sejahtera. Semoga.

Your Ad Here

1 Komentar:

Blogger Elkana Catur Berkata...

wah opini yang OK mas....
Pemerintah di negara Islam memang harus memahami ajaran islam sebagai sebuah hal yang utuh sebelum melakukan apapun terhadap Ummat Islam..
Seperti keinginan Wapres JK untuk mengambil sidik jari para santri... dengan perilaku yang diskriminatif dari negara justru berpotensi untuk menebar benih-benih terorisme lokalistik religius (bersifat agama tapi dengan alasan lokal-not like al-qaeda)...

5:30 PM  

Post a Comment


Your Ad Here

Your Ad Here


Kembali Depan