Sunday, December 25, 2005

Kilas Balik: Bencana Tsunami dan Kemanan Nasional

GEMPA bumi dan terjangan gelombang tsunami yang melanda Asia hari Minggu (26/12), telah menelan korban puluhan ribu nyawa manusia dan jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal. Negara-negara di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan bahkan Afrika merasakan akibat buruk dari bencana alam yang mahadahsyat ini.

Sri Lanka, negara pulau kecil yang terletak kurang lebih 1.000 kilometer dari pusat gempa di lepas pantai Sumatra, termasuk salah satu negara yang menderita korban parah. India, Maladewa, Thailand, Malaysia juga mengalami keadaan yang tidak jauh berbeda. Bahkan, Somalia dan Kenya yang berada di daerah pantai timur Benua Afrika juga mendapatkan 'getah' dari terjangan gelombang tsunami ini.

Pergeseran lempeng dasar laut Australia dan Eurasia sepanjang kurang lebih 1.000 kilometer yang terjadi di lepas pantai Sumatra telah mengakibatkan gempa bumi berkekuatan 8,9 skala Richter dan rentetan gelombang tsunami yang memorak-porandakan daerah permukiman serta tempat-tempat wisata di pesisir pantai dari Indonesia sampai ke Benua Afrika.

Aceh, provinsi yang paling dekat dengan pusat gempa, menderita akibat bencana yang paling besar. Di Aceh, puluhan ribu jiwa telah menjadi korban sementara jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal. Bahaya epidemik yang ditimbulkan pascagempa dan gelombang tsunami ini menjadi sebuah perhatian yang sangat serius untuk segera ditangani oleh pemerintah.

Posisi Aceh sebagai daerah konflik di Indonesia, menjadikannya sebagai daerah tertutup bagi akses dunia internasional. Keadaan ini sangat perlu untuk diperhatikan apabila melihat skala bencana yang menimpa Aceh saat ini. Tawaran bantuan dari dunia internasional untuk para korban akan mengalami hambatan dan kendala yang cukup berarti apabila Pemerintah tidak segera bertindak cepat untuk mengantisipasi hal ini. Terputusnya saluran komunikasi di Aceh akibat bencana ini juga menjadi sebuah permasalahan yang perlu untuk diperhatikan.

Sri Lanka dan India, dua negara Asia Selatan yang mengalami korban jiwa yang sangat besar (lebih dari 12.000 orang meninggal di Sri Lanka dan lebih dari 8.000 lainnya di India), telah membuka diri kepada dunia internasional untuk menerima uluran tangan bantuan kemanusiaan untuk bisa sesegera mungkin menanggulangi korban bencana ini. Permintaan bantuan yang disampaikan oleh Presiden Sri Lanka, Chandrika Kumaratungga, kepada dunia internasional untuk membantu menanggulangi bencana nasional yang menimpa negaranya merupakan sebuah sikap yang cukup tanggap yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin di dalam menyikapi keadaan darurat yang terjadi.

Di saat yang sama, India, Thailand, Maladewa serta negara lain yang menjadi korban bencana alam terbesar di Asia saat ini juga telah membuka diri mereka untuk menerima uluran tangan bantuan dunia internasional untuk menanggulangi akibat bencana alam yang terjadi. Bantuan-bantuan yang berasal dari Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Australia mulai berdatangan menuju daerah-daerah yang terkena bencana. Kesigapan pemerintah negara-negara ini untuk membuka diri kepada akses dunia internasional akan sangat membantu untuk meminimalkan akibat bahaya epidemik pascabencana.

Pembukaan akses dunia internasional ke Aceh merupakan sebuah kunci penting bagi cepatnya penyaluran bantuan yang ditawarkan oleh dunia internasional seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Australia serta PBB kepada para korban. Kesigapan Pemerintah Indonesia di dalam melihat situasi di lapangan akan bisa membantu percepatan proses penanggulangan bencana alam ini. Pengerahan personel TNI untuk melakukan pencarian dan evakuasi para korban bencana di Aceh merupakan sebuah langkah cepat yang positif yang telah diambil oleh Pemerintah Indonesia di dalam menyikapi permasalahan yang ada. Tindakan ini perlu untuk segera ditindaklanjuti dengan penyaluran bantuan ke daerah yang terkena bencana untuk sesegera mungkin bisa mengantisipasi akibat lebih buruk bahaya epidemik pascabencana.

Kekhawatiran Pemerintah Indonesia terhadap askes dunia internasional ke Aceh, memang bisa dipahami dari segi politik. Kemungkinan penyusupan agen-agen asing dengan dalih sebagai petugas penyalur bantuan kemanusiaan perlu untuk dicermati. Keadaan Aceh yang berstatus daerah konflik merupakan sebuah pertimbangan yang masuk akal bagi Pemerintah demi keamanan nasional.

Kemungkinan pihak-pihak tertentu yang ingin memancing di air keruh bisa memperburuk keadaan di Aceh yang sedang ditimpa bencana. Akan tetapi, untuk terus menutup Aceh dari akses dunia internasional hanya akan memperburuk keadaan para korban bencana di sana. Dilema yang dihadapi oleh Pemerintah Indonesia ini bukan untuk dipertimbangkan untuk waktu yang lama. Para korban tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Tiadanya air bersih, bahan makanan, sanitasi, dan bahan logistik lainnya hanya akan mengakibatkan menyebarnya bahaya epidemik yang ditimbulkan oleh bencana alam ini. Pemerintah harus sesegera mungkin untuk memutuskan tindakan yang terbaik dan tepat untuk menanggulangi bencana yang ada tanpa harus membahayakan keamanan nasional. Kerja sama semua pihak di dalam menyikapi tragedi kemanusiaan ini diharapkan bisa meringankan beban yang sedang dirasakan oleh masyarakat Aceh. Kredibilitas dan kemampuan pemerintah SBY di dalam menanggulangi bencana nasional sedang diperhatikan oleh seluruh bangsa.

Judul Asli: Keamanan dan Tragedi Kemanusian di Aceh
Dimuat di kolom Opini, harian nasional Media Indonesia edisi Kamis, 30 Desember 2004.

Tulisan ini juga bisa di akses langusng di alamat:

http://www.mediaindo.co.id/cetak/berita.asp?id=2004123001495419

Your Ad Here

0 Komentar:

Post a Comment


Your Ad Here

Your Ad Here


Kembali Depan