Monday, April 18, 2005

Perlu Dua Orang untuk Ber - Tango: Refleksi Politik Koalisi

Adalah satu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa tipe demokrasi parlementer Westminster yang diadopsi oleh para penyusun Konstitusi India akan berfungsi sangat efektif apabila sebuah sistem kepartaian dua partai dapat tercipta. Terwujudnya sistem kepartaian seperti ini merupakan fenomena yang sangat diharapkan ketika keputusan penagadopsian sistem demokrasi parlementer ini diambil. Akan tetapi selama sejarah India merdeka berjalan, tidak nampak satupun gejala munculnya sebuah parlemen dua kutub dimana dua buah partai politik menunjukkan dominasinya.

Dari tahun 1952 sampai 1989, dengan pengecualian pemilu setelah masa Darurat pada tahun 1977, partai paling dominan didalam dunia perpolitikan India adalah Partai Kongres; partai oposisi berjumlah sangat kecil dan terpecah-pecah. Setelah tahun 1989, dengan adanya politik sumber suara [votebank politics] dominasi Partai Kongres mulai menurun. Partai-partai yang mempunyai kecenderungan ideologis Kiri atau Kanan dan mereka yang mengandalkan loyalitas kasta, agama dan bahasa mendapatkan keuntungan atas kemunduran yang terjadi. Sebagai contoh, dengan menunggang sentimen penghancuran Masjid Babar, Bharatiya Janata Party [BJP] bisa muncul menjadi salah satu pemain politik utama. Partai-partai lain yang beraliran Kiri secara berhasil menjadikan negara bagian Benggala Barat, Tripura dan Kerala sebagai daerah basis dukungan mereka yang tetap.

Dengan munculnya fenomena baru ini, struktur dasar kekuatan didalam Pemerintah Pusat juga mengalami perubahan. Terjadinya koalisi-koalisi partai menyebabkan adanya perpecahan bentuk dasar Parlemen yang menjadi unsure dasar pemerintahan baru. Dalam periode ini kita bisa menjumpai beberapa pemerintahan koalisi yang berumur pendek seperti pemerintahannya V.P Singh, Chandrashekhar, Deve Gowda dan I.K Gujral. Meskipun terdapat instabilitas politik didalam pemerintahan Narasimha Rao dan Vajpayee, kedua pemerintahan ini mampu menyelesaikan masa pemerintahan mereka di Pusat. Ini semua tidak lepas dari kemampuan kedua pimpinan pemerintahan koalisi ini dalam melakukan penyeimbangan kekuatan anggota koalisi. Namun begitu, masa pemerintahan koalisi ini tidak memberikan sebuah stabilitas yang kuat, sebuah syarat untuk mendapatkan sebuah pemerintahan yang baik.

Pertanyaan besar kemudian muncul: Dimanakah Putusan Pemilih tahun 2004 membawa kehidupan politik India? Dua partai besar di India saat ini, Partai Kongres dan BJP, hanya mampu mendapatkan 283 kursi didalam Parlemen, sementara sisa kursi sebanyak 259 terbagi kedalam berebagai kekuatan politik yang terpecah. Jelaslah bahwa sebuah sistem kepartaian dua partai tidak mungkin tercipta pada saat sekarang ini. Namun begitu, ini semua tidak menjamin bahwa konfigurasi yang ada sekarang ini akan menjadi dasar dari bentuk sistem kepartain yang akan terajdi dimasa yang akan datang.

Realita baru

Setelah memperoleh kemenangan dalam pemilu 2004, Partai Kongres sepertinya sedang merasakan dorongan untuk bangkit kembali. Faktor-faktor disengaja maupun yang tidak sangat mempengaruhi keadaan ini. Didaerah akar rumput [grassroots], Partai Kongres telah dibangunkan oleh kampanya tiada henti yang dilakukan oleh pimpinan partai, Sonia Gandhi. Anak-anak Sonia Gandhi yang mulai memasuki dunia politik juga menjadi sebuah sumber inspirasi bagi kebangkitan kekuatan moral dikalangan anggota partai.

Penolakan Sonia Gandhi atas jabatan politik tertinggi diikuti oleh penunjukan penggantinya didalam diri Dr. Manmohan Singh yang mempunyai integritas yang tidak tertandingi dan kemampuan yang luar biasa sebagai Perdana Menteri telah menciptakan sebuah suasana yang mendukung untuk menghidupkan kembali kejayaan the grand old party. Apabila pemerintahan Manmohan Singh mampu melaksanakan tugas pemerintahan dengan bagus, maka Partai Kongres akan mampu menemukan kembali dukungannya yang hilang.

Bagaimana dengan BJP? Kekuatan utama partai ini terletak didalam dedikasi yang tinggi dalam diri para kader partai yang berasal dari RSS. Akan tetapi, kelemahan utama dari partai ini adalah “ideology intinya” yang bertentangan dengan paham pluralis, etos utama dalam masyarakat India. Pemilu 2004 menjadi bukti yang jelas atas pertentangan ini. Sementara dukungan yang diterima BJP berkurang sebanyak 44 kursi, partai-partai koalisinya yang tergabung didalam NDA seperti TDP, AIADMK, Trinamool, JD[U] dan Shiv Sena, kehilangan kurang lebih 80 kursi. Para pemilih telah memberikan putusan yang telak terhadap politik perpecahan yang terdapat didalam ideologi dasar BJP, Hindutva. Apakah ada keterangan lain yang lebih jelas untuk menjelaskan kekalahan calon-calon BJP di Ayodhya, Prayag, Kashi dan Mathura, yang notabene adalah basis kekuatan BJP?

BJP perlu melakukan penyatuan kembali, melakukan analisa terhadap sumber kekalahan yang ada dan kemudian mengembangkan sebuah strategi baru untuk memenangkan kembali para pemilih. Sebab apabila BJP galal untuk melakukan transisi sikap yang diperlukan yang sesuai dengan etos pluralis masyarakat India, maka BJP berada dalam posisi yang berbahaya bagi kelangsungan partai sebagai kekuatan politik utama di India. Alternatif lain sebagai tandingan Partai Kongres untuk menciptakan sebuah sistem kepartain dua partai adalah aliansi dari partai-partai aliran Kiri, dan partai-partai yang saat ini mendukung Partai Kongres, atau menjadi bagian dari aliansi Partai Kongres seperti CPI, CPI[M], SP dan RJD. Namun skenario seperti ini hanyalah bersifat futuristik.

Politik koalisi di Indonesia

Indonesia menganut sebuah sistem kepresidenan yang sangat berbeda dengan sistem parlementer seperti India. Namun begitu, peran seorang eksekutif tetaplah sangat penting demi berjalannya kehidupan politik yang mampu menciptakan pemerintahan yang stabil. Berbagai macam sistem kepartaian yang dianut Indonesia sejak berdirinya Republik ini juga memunculkan sebuah pertanyaan, sistem kepartaian yang bagaimanakah yang cocok bagi Indonesia sehingga tercipta stabilitas dan legitimasi politik?

Sistem multi partai yang dianut Indonesia hingga terlaksananya pemilihan umum tahun 1955 terbukti tidak mampu melahirkan sebuah pemerintahan yang stabil dimana terdapat kabinet-kabinet yang berbeda yang jatuh bangun dan kehidupan ekonomi yang terbengkalai. Hadirnya pemerintahan dictator dalam bentuk Demokrasi Terpimpin oleh Presiden Sukarno juga tidak memberikan kontribusi yang lebih baik bagi kehidupan politik dan ekonomi negara. Presiden Suharto yang mewarisi kebobrokan ekonomi dan ketidakstabilan politik berusaha membangun kembali tatanan pemerintahan dan sistem kepartaian dengan meneruskan ide pembatasanjumlah partai oleh Presiden Sukarno. Ketika pada masa Demokrasi Terpimpin jumlah partai adalah 10, maka pada masa lebih dari tiga dekade Presiden Suharto berkuasa, hanya terdapat dua partai politik dan satu golongan karya. Terbukti, dengan adanya pembatasan jumlah partai, kehidupan politik Indonesia relatif “stabil” dan pertumbuhan ekonomi mengalami kemajuan yang tidak bisa dipungkiri.

Jatuhnya Presiden Suharto dari kursi kekuasaa pada tahun 1998 karena ketidakmampuannya menjaga sumber legitimasi rezimnya, pembangunan, telah menciptakan suasana yang sangat berbeda. Wakil Presiden Habibie secara otomatis memegang tanggung jawab untuk meneruskan jabatan sebagai kepala eksekutif. Pernyataan lisannya sebagai seorang Presiden yang memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk membentuk partai politik telah menciptakan suasana euphoria dimana lebih dari 100 partai politik berdiri. Sistem multi partai tidak bisa dielakkan lagi untuk dianut oleh Indonesia. Pemilu 1999 terbukti dilaksanakan dengan 48 partai politik sebagai peserta pemilu. Pemilu 2004 yang baru saja berlalu juga mempunyai 24 kontestan yang ikut andil didalam perebutan kursi legislative. Sementara kursi kepresidenan masih akan diperebutkan pada bulan Juli dan September mendatang.

Politik aliran

Hasil pemilu 1955 menunjukkan adanya beberapa aliran y ang ada dalam dunia politik Indonesia. PNI, Masyumi, NU dan PKI sebagai empat partai besar pemenang pemilu demokratis pertama ini mewakili tiga macam aliran politik yang berbeda: Nasional-Sekuler [PNI], Religius-Nasional [Masyumi dan NU] dan komunisme [PKI]. Dengan dilarangnya paham komunisme di Indonesia setelah adanya pemberontakan yang gagal dari gerakan G/30S/PKI maka otomatis tinggal tersisa dua aliran didalam dunia politik Indonesia: Nasional-Sekuler dan Religius-Nasional.

Pemaksaan asas tunggal Pancasila selama tiga decade rezim Suharto terbukti tidak mampu meluruhkan kenyataan politik aliran ini. Pemilu tahun 1999 dan 2004 merupakan bukti kongkrit dari tetap hidupnya politik aliran dalam dunia politik Indonesia. Dari 48 dan 24 peserta pemilu 1999 dan 2004, kesemuanya mewakili salah satu dari dua macam aliran politik yang tersisa ini. Lima partai besar pemenang pemilu 1999 – PDI-P, Golkar, PKB, PPP dan PAN – dan tujuh partai besar pemenang pemilu 2004 – Golkar, PDI-P, PPP, PKB, PD, PAN dan PKS – menjadi bukti yang jelas tetap hidupnya politik aliran. PDI-P, Golkar dan Partai Demokrat [PD] bisa digolongkan kedalam kelompok aliran Nasional-Sekuler, sementara PPP, PKB, PAN dan PKS, karena oleh kedekatan ikatan emosional pemilih mereka, bisa digolongkan kedalam aliran Religius-Nasional.

Kesimpulan

Apabila di India selama enam tahun terakhir terdapat dua golongan partai politik, National Democratic Alliance [NDA] yang dipimpin oleh BJP dan golongan partai sekuler yang dipimpin oleh Partai Kongres [United Progressive Alliance], maka di Indonesia belum ada aliansi politik kuat semacam ini kecuali adanya Poros Tengah yang dimotori oleh Amien Rais dalam pemilihan Presiden tahun 1999 yang lalu meskipun dasar untuk menciptakan kelompok semacam ini sudah ada. Pada pemilu 1955, Masyumi yang notabene adalah gabungan dari partai-partai dan ormas-ormas Islam, gagal menjaga keutuhannya ketika beberapa anggota intinya seperti NU, Muhammadiyah, PSII menyatakan keluar dan berdiri sendiri sebagai partai politik ataupun organisasi kemasyarakatan.

Adanya aliansi dari partai-partai politik dalam pemilu 2004, akan lebih memudahkan bagi para pemilih untuk menentukan pilihan calon presidennya. Konvensi nasional yang diadakan oleh partai Golkar beberapa waktu yang lalu untuk menentukan calon presidennya bisa dijadikan contoh kepada partai-partai yang mempunyai ideology yang sejalan untuk berkoalisi dan membentuk sebuah aliansi politik. Apabila di India NDA beranggotakan partai-partai yang mempunyai kecenderungan politik yang sejalan dengan BJP, maka di Indonesia, partai-partai seperti PDI-P, Golkar dan Partai Demokrat bisa bergabung untuk membentuk sebuah Aliansi Demokrasi Nasional ala NDA-nya India dan partai-partai lain seperti PPP, PKB, PAN dan PKS bisa membentuk sebuah Aliansi Kesatuan Progresif seperti UPA-nya Partai Kongres. Sementara itu, partai-partai kecil lainnya yang mempunyai kecenderungan ideologis serupa bisa bergabung dengan salah satu dari aliansi yang ada. Dengan ini akan tercipta dua kelompok aliansi politik yang bisa menjadi langkah awal terciptanya sebuah sistem kepartaian dua partai di Indonesia dimasa depan tanpa disertasi oleh paksaan.

Politik koalisi yang ada di India saat ini akan menciptakan pemerintahan-pemerintahan yang tidak stabil dimana hanya dengan kemampuan pemimpin koalisi yang tangguhlah keutuhan koalisi ini akan terjaga. Di Indonesia, apabila tidak dimulai dari sekarang, maka dunia politik Indonesia juga akan terperangkap didalam politik koalisi yang terbukti sulit untuk memberikan kontribusi yang menggembirakan terhadap pemerintahan yang stabil dan legitimate dan kemajuan pembangunan ekonomi negara. Jatuh bangunnya kabinet setelah pemilu 1955, jatuhnya Presiden Gus Dur setelah kurang dari dua tahun berkuasa dan tidak mampunya pemerintahan Presiden Megawati untuk berkonsentrasi dalam mewujudkan janji politiknya bisa dijadikan cermin bagi para elit politik negeri ini untuk lebih bersikap dewasa dan bisa menghilangkan, atau paling tidak mengurangi, ego politiknya sehingga apa yang diinginkan oleh para pendiri republik ini dan impian para pemilih untuk menikmati kehidupan yang bagus bisa terwujud.

Ahmad Qisa'i
New Delhi, April 2005

Your Ad Here

0 Komentar:

Post a Comment


Your Ad Here

Your Ad Here


Kembali Depan