Thursday, April 07, 2005

F-16 dan Stabilitas Politik Asia Selatan

Pujangga Inggris, T.S. Eliot, pernah berkata bahwa diantara ide dan kenyataan terdapat sebuah bayangan. Dalam hal ini, kunjungan Sekretaris Negara AS Condoleeza Rice ke India dan Pakistan pada pertengahan Maret 2005 lalu telah menimbulkan sebuah polemik baru yang bisa mempengaruhi stabilitas politik di Asia Selatan.

Kunjungan yang menurut pejabat pemerintah Amerika, seperti yang dikutip didalam majalah mingguan The Economist edisi 2 April 2005, dianggap sebagai bagian dari sebuah visi strategis baru hubungan bilateral India – AS “untuk membantu India menjadi sebuah kekuatan besar dunia dalam abad ke-21” telah menimbulkan rasa kecewa yang besar di India. Kekecewaan ini timbul setelah Amerika merealisasikan perjanjian penjualan pesawat tempur canggih Amerika jenis F-16 ke Pakistan yang telah ditangguhkan selama 15 tahun sebagai imbalan atas kerjasama yang diberikan oleh negara tersebut dalam usaha Amerika untuk menghancurkan rezim Taliban di Afghanistan dan penghentian usaha pengembangan sebuah jaringan persenjataan nuklir yang berpusat di Pakistan. PM India, Dr. Manmohan Singh, menyatakan kekecewaan yang sangat dalam kepada Presiden Bush atas keputusan penjualan pesawat tempur canggih F-16 ini karena dikhawatirkan hal ini bisa merusak usaha perdamaian yang selama ini telah dengan susah payah dibangun oleh India dan Pakistan.

Sebagai usaha untuk ‘mengobati’ kekecewaan India terhadap penjualan pesawat tempur F-16 ke Pakistan, dan usaha untuk menjalin hubungan baik dengan India, Amerika mempersilahkan India untuk membeli pesawat tempur jenis yang sama, F-16, atau yang lebih canggih jenis F-18. Selain itu, Amerika menjanjikan transfer teknologi pembuatan pesawat jenis F-18 ini ke India. Sebagai tambahan, transfer teknologi komando dan kontrol dan sistem peringatan awal dan misil pertahanan juga dijanjikan kepada India.

Senjata Nuklir dan Konflik Kashmir

Pada musim panas tahun 1998, dunia internasional menjadi saksi ketika India dan Pakistan dengan sukses melakukan percobaan senjata nuklir yang mereka miliki. Kesuksesan percobaan ini menghasilkan kecaman dan kekhawatiran akan terjadinya perlombaan persenjataan di Asia Selatan yang datang dari berbagai penjuru dunia. Amerika Serikat segera menyatakan keberatannya terhadap kedua negara di Asia Selatan ini untuk memiliki senjata nuklir. Uni Eropa, Jepang dan negara-negara donor lainnya dengan serta merta membekukan aliran bantuan dana pembangunan kepada India dan Pakistan sebagai pernyataan sikap tidak setuju atas kenyataan yang terjadi di lapangan saat itu. Akan tetapi hal ini tidak menyurutkan nyali kedua negara untuk memiliki persenjataan nuklir dengan alasan keamanan negara dan hak bagi setiap negara didunia untuk memiliki senjata nuklir sendiri. Dan perlombaan persenjataan antara India dan Pakistan dimulai.

Perang Kargil pada tahun 1999 merupakan lanjutan dari perseteruan lama antara dua negara di Asia Selatan yang sekarang sama-sama mempunyai senjata nuklir. Ini merupakan perang ke-4 yang terjadi antara India dan Pakistan semenjak keduanya lepas dari cengkeraman pemerintah kolonial. Sengketa wilayah Kashmir merupakan penyulut dari peperangan-peperangan ini. Penyelesaian sengketa wilayah Kashmir ini merupakan kunci pokok terjadinya hubungan bilateral yang baik antara India dan Pakistan. Selain itu, normalisasi hubungan bilateral antara kedua negara tetangga yang sangat berbeda ini, Pakistan dengan penguasa militer dan India yang demokratis, sangat mempengaruhi peta stabilitas politik di Asia Selatan. Dalam konteks inilah maka perubahan pemerintahan di New Delhi melalui pemilihan umum pada pertengahan tahun 2004 dan niat baik untuk memperbaiki hubungan bilateral antara India dan Pakistan yang disampaikan oleh penguasa militer Pakistan, Jenderal Parvez Musharraf, telah membuka kembali kesempatan perbaikan hubungan bilateral kedua negara.

Perbaikan hubungan bilateral ini ditandai dengan pembukaan layanan bis antara dua wilayah Kashmir yang disengketakan, Srinagar (India) – Muzaffarabad (Pakistan), pembukaan kembali jalur kereta api yang ditutup karena perang Kargil, pertandingan cricket antara India dan Pakistan serta kemudahan layanan visa kepada calon pengunjung dari kedua negara. Usaha-usaha ini diharapkan bisa menjadi langkah awal untuk menyelesaikan masalah Kashmir dan merealisasikan hubungan bilateral India dan Pakistan yang lebih baik.

Perlombaan Persenjataan dan Stabilitas Politik di Asia Selatan

Melihat kenyataan hubungan bilateral India dan Pakistan yang telah menunjukkan perbaikan yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir, maka realisasi penjualan pesawat F-16 kepada Pakistan dan pesawat F-16/F-18 serta transfer teknologi pertahanan kepada India bisa menimbulkan efek samping yang dapat memicu kembali perlombaan persenjataan di dua negara tetangga Asia Selatan yang kurang bersahabat ini. Selain itu, hal ini juga bisa mengancam stabilitas politik di Asia Selatan.

Pakistan yang selama ini dianggap sebagai sebuah ‘negara yang gagal’ tidak mampu menyediakan dana yang cukup untuk pendidikan dan penciptaan lapangan kerja yang bisa membantu proses modernisasi ekonominya. Sebaliknya, para pemimpin Pakistan telah memberikan dosis rasa nasionalisme yang berlebihan kepada rakyatnya dan juga proyek-proyek persenjataan dan pengembangan senjata nuklir yang hanya dibuat untuk mempertinggi rasa kebanggaan nasional saja. Kebutuhan pokok rakyat Pakistan telah dilupakan oleh para pemimpinnya.

India yang merupakan negara demokratis terbesar kedua di dunia juga masih banyak memerlukan dana untuk kesejahteraan rakyatnya. Tradisi demokrasi di India telah membawa perkembangan kehidupan politik yang cukup mapan didalam negara yang sedang berkembang seperti India. Akan tetapi, apabila tawaran penjualan pesawat F-16/F-18 ini diambil oleh India, maka hal ini hanya akan merubah orientasi pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan yang lebih baik bagi rakyat India.

Sebagai penutup, sebagaimana ditulis didalam harian nasional India, The Hindu, tanggal 31 Maret 2005 yang melansir editorial harian The New York Times, bahwa meskipun pada dasarnya AS mempunyai keinginan strategis pada Pakistan, tetapi hal ini tidak seharusnya menjadi penyebab pengabulan pembelian F-16 oleh Pakistan. Karena dengan penjualan teknologi ke Pakistan, serta India, maka hal ini hanya akan memicu perlombaan persenjataan di Asia Selatan yang disponsori oleh AS. Perlombaan persenjataan antara India dan Pakistan hanya akan menghasilkan ketidakstabilan politik di anak benua ini. Karena itulah, ide tentang Asia yang sejahtera, demokratis dan damai, dan kenyataan yang menjadi kepedulian AS, sebenarnya terdapat bayangan dari Cina.

Your Ad Here

1 Komentar:

Anonymous Anonymous Berkata...

assalamualaikum pak Ahmad Qisa'i...saya zulfikar...saya sedang menyusun skirpsi ttg India...saya membahas perubahan hubungan India-Rusia pasca traktat 123 antara India-AS..saya ingin mengetahui perubahan hubungan antara India-Rusia dalam hal kerjasama militer dan penjualan senjata...saya mohon bantuannya pak agar skripsi saya bisa terselesaikan karena saya mengalami kesulitan dalam hal ini...terima kasih sebelumnya...
wassalamualaikum...

11:41 PM  

Post a Comment


Your Ad Here

Your Ad Here


Kembali Depan