Friday, February 03, 2006

Paradoks Nuklir India dan Iran

Pada minggu terakhir bulan Januari lalu, Dubes Amerika Serikat untuk India, David Mulford, mengeluarkan sebuah komentar yang menimbulkan reaksi keras dikalangan para politisi India.

Reaksi ini merupakan akibat dari sebuah wawancara antara Dubes Mulford dengan wartawan India di New Delhi. Dalam kesempatan itu, Dubes Mulford mengatakan bahwa persetujuan India untuk mengajukan permasalahan Iran ke DK PBB didalam pertemuan Board of Governors Badan Atom Dunia (IAEA) akan sangat mempengaruhi sikap Kongres AS atas perjanjian nuklir India – AS yang telah ditandangani pada tanggal 18 Juli 2005 lalu.

Dalam bahasa Dubes Mulford, apabila India menolak untuk mendukung pengajuan masalah nuklir Iran ke DK PBB maka ini akan memberikan akibat yang ‘devastating’ terhadap persetujuan nuklir sipil India – AS.


Ungkapan Dubes Mulford ini kemudian menjadi pemicu reaksi dikalangan para politisi India, baik dari kelompok Kiri maupun kelompok Kanan.

Pimpinan Partai Komunis India (Marxis) menyatakan keberatan yang sangat atas sikap Dubes Mulford yang dianggap menyalahi etika diplomatis ini dan meminta kepada Pemerintah India untuk meminta Pemerintah AS memanggil kembali Dubes Mulford.

Sementara itu, Partai Rakyat India (Bharatiya Janata Party) yang beraliran Kanan juga memberikan pernyataan yang senada. Hanya saja mereka tidak sampai meminta Pemerintah India untuk meminta Pemerintah AS memanggil kembali Dubes Mulford.

Menanggapi hal ini, Pemerintah India menyatakan bahwa India adalah sebuah negara yang berkuasa penuh dan tidak satu pihakpun di dunia ini yang bisa mendikte sikap dan keputusan pemerintah India didalam menentukan kebijakan-kebijakan dalam maupun luar negerinya.

Lebih lanjut lagi, PM Singh mengatakan bahwa India hanya akan menentukan sikapnya setelah melihat langsung draft resolusi yang akan diajukan didalam pertemuan IAEA untuk membahas masalah sengketa nuklir di Iran.

Kekuatan Nuklir India

India adalah sebuah negara besar di Asia Selatan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk mengembangkan teknologi nuklir. Kerjasama yang telah lama dibangun dengan Russia telah membuahkan hasil dimana saat ini India telah mampu mengembangkan teknologi nuklir untuk kepentingan-kepentingan sipil maupun melakukan pengembangan persenjataan nuklir sebagai alat pertahanan negara dari ancaman luar.

Pakistan adalah satu-satunya negara lain di Asia Selatan yang juga mempunyai teknologi nuklir seperti India.

Berbeda dengan Pakistan, India banyak mendapatkan bantuan pengembangan teknologi nuklirnya dari Russia sementara Pakistan sangat tergantung terhadap AS dan China. Namun pasca tumbangnya rezim komunis di Uni Soviet, India mulai menengok AS untuk pengembangan teknologi nuklirnya. Dan ini dituangkan didalam sebuah persetujuan yang ditandatangani oleh kedua pimpinan negara India dan AS pada tanggal 18 Juli 2005.

Penandatanganan persetujuan kerjasama nuklir sipil antara Pemerintah India dan AS ini merupakan sebuah keputusan bersejarah dimana apabila persetujuan ini diratifikasi oleh Kongres AS, maka India akan bisa mendapatkan akses teknologi nuklir mutakhir dari AS. Dengan sendirinya, India akan mampu berkembang dan berdiri sebagai sebuah kekuatan nuklir dunia yang bisa diperhitungkan.

Teknologi Nuklir Iran

Iran adalah sebuah negara di Asia Barat yang mempunyai peranan yang cukup strategis bagi jalannya ekonomi dunia. Dengan posisinya sebagai pengekspor minyak keempat terbesar di dunia, maka posisi Iran bagi pengembangan industri yang berdasarkan minyak sangatlah besar.

Pada saat yang sama, karena sadar bahwa minyak, dan juga gas alam yang ada di Iran, akan habis kelak dikemudian hari, pemerintah Iran berkeinginan untuk mengembangkan teknologi nuklir sebagai sebuah sumber energi alternatif yang murah. Sehingga apabila Iran mampu mengembangkan teknologi nuklirnya maka Iran akan bisa mengurangi ketergantungannya terhadap minyak dan gas.

Akan tetapi dengan naiknya Mahmoud Ahmedinejad yang beraliran keras kepuncak panggung politik Iran, keinginan Iran untuk mengembangkan teknologi nuklir mendapat tantangan yang keras dari negara-negara barat (AS dan sekutunya di Eropa).

AS berusaha keras untuk menghentikan usaha Iran untuk mengembangkan teknologi nuklirnya yang digunakan untuk kebutuhan sipil. AS dan juga para sekutunya di Eropa mempunyai kecurigaan yang sangat dalam bahwa Iran akan mengalihkan teknologi nuklir sipilnya kepada pembuatan persenjataan nuklir. Pernyataan yang berulang kali dikeluarkan oleh pemerintah Iran bahwa teknologi nuklir yang dikembangkan Iran adalah semata-mata untuk kebutuhan sipil tidak pernah dihiraukan oleh Barat.

Puncak ketegangan antara Iran dan Barat (AS dan sekutunya) adalah pada saat pemerintah Iran memutuskan untuk memulai kembali riset pengembangan nuklirnya di Natanz pada awal Januari 2006 lalu yang selama hampir dua tahun telah ditutup dan disegel oleh Badan Atom Dunia (IAEA).

Dengan dalih Iran telah melanggar persetujuan yang telah ditandatanganinya dengan IAEA, AS berusaha keras untuk mempengaruhi anggota-anggota DK PBB lainnya untuk membawa permasalahan Iran ke DK PBB dan untuk kemudian bisa diputuskan langkah ‘terbaik’ untuk menghentikan ambisi Iran untuk mengembangkan teknologi nuklir sebagai sumber energi alternatif masa depan.

Standar ganda yang diterapkan oleh Barat terhadap Iran dan India mengenai teknologi nuklir bisa dilihat dari keputusan AS untuk melakukan kerjasama pengembangan teknologi nuklir di India sementara pada saat yang sama Iran dilarang keras untuk mengembangkan teknologi nuklir demi kebutuhan sipil.

Standar ganda ini muncul dari kecurigaan AS dan sekutunya terhadap Iran bahwa nantinya Iran akan membelokkan teknologi nuklir sipilnya untuk kebutuhan militer.

Sikap curiga AS dan sekutunya ini merupakan sebuah tipikal sikap kekuatan dominan dunia terhadap mereka yang dianggap lebih lemah. Dengan dalih untuk menyelamatkan dunia dari ancaman senjata pemusnah masal yang jatuh ketangan yang tidak bertanggung jawab, Barat memblokir keinginan Iran untuk mengembangkan teknologi nuklir sipilnya.

Sikap militan yang selama ini ditunjukkan oleh Presiden Ahmadenijad terhadap Barat melalu retorika-retorikanya yang cukup pedas menjadi dasar yang kuat bagi Barat untuk berusaha menekan dan mengisolasi Iran dari dunia internasional.

Selain itu, ketakutan akan hilangnya status dominasi teknologi nuklir di dunia serta kontrol terhadap sumber energi di Timur Tengah juga mendasari usaha Barat ini.

Sementara itu, sikap lunak Barat terhadap India ini muncul dikarenakan kenyataan bahwa India adalah sebuah negara demokrasi terbesar di dunia yang harus dijadikan rekan dan bukan sebagai musuh yang harus ditaklukkan. Tradisi demokrasi India yang sudah mapan memberikan kepercayaan yang cukup tinggi bagi dunia Barat untuk menularkan teknologi nuklirnya ke India sebagai langkah awal pembangunan kerjasama yang lebih erat dengan Asia.

Paradoks teknologi nuklir yang muncul antara Iran dan India ini merupakan sebuah teka-teki yang harus segera diselesaikan oleh dunia internasional secara damai. Sebab apabila pada akhirnya Iran harus diajukan kepada DK PBB dan kemudian sangsi dijatuhkan kepadanya sebagai usaha untuk menghentikan keinginan sebuah negara merdeka dan berdaulat untuk menentukan arah kebijakan negaranya, maka hal ini hanya akan menimbulkan akibat yang sebaliknya.

Sikap keras kepala yang selama ini ditunjukkan oleh Iran serta posisi Iran sebagai pemasok besar kebutuhan energi dunia hanya akan memberikan bayangan kelam bagi dunia apabila benar Iran harus dijatuhi sangsi. Ditambah lagi oleh kenyataan bahwa selama ini sangsi-sangsi yang dijatuhkan oleh PBB kepada anggotanya yang ‘nakal’ tidak mempunyai keefektifan seperti yang diharapkan, malah sebaliknya, sangsi-sangsi ini telah menimbulkan bencana dan ketidakadilan berupa tragedi kemanusiaan yang mengerikan.


Tulisan ini dimuat di harian nasional Kompas edisi hari Jum'at, 17 Pebruari 2006.
Bisa di akses di: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0602/17/opini/

Your Ad Here

0 Komentar:

Post a Comment


Your Ad Here

Your Ad Here


Kembali Depan