Thursday, January 26, 2006

Kemenangan Hamas dan Masa Depan Israel

Pemilu demokratis di Palestina pada tanggal 25 Januari 2006 lalu merupakan perang demokratis antara dua kelompok besar di Palestina: Fatah yang moderat tetapi penuh dengan praktek korupsi dan Hamas yang keras yang menjanjikan kemerdekaan penuh bagi rakyat Palestina. Hasil pemilu kemarin memberikan dua gambaran masa depan Timur Tengah yang cukup kontras.

Pertama bahwa pelaksanaan pemilu yang tertib, aman dan demokratis di Palestina menunjukkan adanya kabar menggembirakan bagi kehidupan demokratis di Timur Tengah. Pada saat yang sama, kemenangan Hamas, sebuah organisasi militan Islam di Palestina yang telah dicap sebagai organisasi teroris oleh negara-negara Eropa maupun oleh Amerika Serikat, membawa angin kekhawatiran dikalangan para pemimpin dunia di negara-negara barat terhadap masa depan Israel dan perdamaian di Timur Tengah.

Reaksi-reaksi kurang setuju terhadap hasil praktek demokrasi di Palestina serentak muncul dari para pemimpin negara-negara yang menamakan diri mereka sebagai pemuja demokrasi.

Dari Eropa sampai dengan Amerika Serikat, para pemimpinnya menyatakan bahwa dengan munculnya Hamas sebagai pemenang didalam pemilu di Palestina, maka masa depan Israel dan perdamaian di kawasan Timur Tengah menjadi terancam.

Krisis politik di Israel setelah serangan penyakit stroke mematikan terhadap PM Ariel Sharon menjadi sebuah tantangan baru tersendiri yang harus diselesaikan melalui jalur demokrasi. Tanggal 28 Maret 2006 akan menjadi sebuah hari bersejarah di Timur Tengah karena pada hari itu rakyat Israel akan menentukan sikap politik mereka.

Kadima yang mempunyai paham politik tengah yang mendapatkan popularitas tinggi pada saat dibawah pimpinan PM Ariel Sharon akan mendapatkan tantangan kuat dari Partai Buruh dan Partai Likud yang beraliran politik keras. Kemungkinan tiadanya Ariel Sharon untuk memimpin Kadima didalam pemilu Israel bulan Maret mendatang semakin memberikan pengaruh kuat terhadap masa depan perdamaian Israel – Palestina yang tidak menentu. Ditambah lagi dengan kemenangan Hamas di Palestina, masa depan perdamaian di Timur Tengah menjadi semakin tidak menentu.

Wajah Baru Palestina

Dengan kemenangan Hamas, maka wajah moderat Palestina yang selama ini diwakili oleh pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas dan PM Ahmed Qurei akan diganti oleh wajah keras Hamas.

Hamas yang selama lima tahun terakhir telah melakukan resistansi aktif terhadap okupasi Israel atas Palestina melalui praktek-praktek kekerasan militer seperti bom-bom bunuh diri akan mempunyai tanggung jawab penuh terhadap Palestina. Urusan politik, ekonomi, keamanan serta urusan-urusan nasional lainnya akan menjadi tanggung jawab baru yang harus dipikul oleh Hamas sebagai pemenang dalam pemilu. Janji-janji kampanye pemilu yang telah mengantarkan kemenangan kedalam kubu Hamas harus bisa diimplementasikan kedalam bentuk kebijakan-kebijakan baru yang bisa membawa kepada masa depan Palestina yang lebih baik.

Satu hal menarik untuk dicatat disini bahwa meskipun Hamas membawa agenda militan didalam kampanye pemilunya, pada saat yang sama pemimpin-pemimpin Hamas seperti Mushir al-Masri dan Ismail Haniya, mengatakan bahwa Hamas mempunyai keinginan untuk tetap mengikutsertakan semua kelompok yang ada di Palesina seperti kelompok Fatah yang moderat didalam pemerintahan yang akan dibentuk oleh Hamas.

Ini membuktikan bahwa Hamas tidak semata-mata ingin menguasai Palestina, tetapi Hamas juga menginginkan masa depan Palestina yang lebih baik melalui sebuah kerjasama politik antara berbagai kelompok yang ada di Palestina. Dengan membentuk sebuah tim yang berasal dari berbagai unsur yang ada didalam masyarakat Palestina, Hamas berkeinginan untuk membangun sebuah tatanan politik baru di Palestina yang inklusif yang bisa menjawab tantangan-tantangan yang selama ini dihadapi oleh Palestina.

Israel dan Perdamaian di Timur Tengah

Usaha perdamaian unilateral yang dipelopori oleh PM Israel Ariel Sharon akan mendapatkan tantangan baru dengan kemenangan Hamas didalam pemilu Palestina. Sebab dengan munculnya Hamas sebagai pemenang, maka, sebagaimana diprediksikan oleh pengamat politik Israel, Yossi Alpher, hal ini akan memperlemah pandangan dan kedudukan orang-orang yang mengatakan bahwa Israel mempunyai rekan yang bisa diajak untuk bernegosiasi dan pada saat yang sama memperkuat pandangan dan kedudukan mereka yang menentang kebijakan ini.

Artinya, bahwa dengan kemenangan Hamas ini maka pemerintah Israel akan memutuskan untuk tetap meneruskan kebijakan perdamaian unilateralnya atau pemerintah Israel memutuskan untuk menghentikan usaha perdamaian yang telah dirintis oleh PM Ariel Sharon ini.

Dilema pemerintah Israel didalam menyikapi perkembangan di Palestina dan usaha perdamaian di Timur Tengah hanya akan bisa dijawab setelah pembentukan pemerintahan yang baru di Palestina dan juga oleh hasil pemilihan umum di Israel sendiri pada tanggal 28 Maret mendatang.

Apabila pada 28 Maret nanti Partai Likud yang beraliran keras memenangi pemilu Israel, tak bisa dipungkiri lagi bahwa usaha perdamaian unilateral yang telah dirintis oleh PM Sharon akan dihentikan. Namun apabila Kadima dibawah Ehud Olmert bisa memenangi pemilu mendatang, prospek perdamaian di Timur Tengah akan menjadi lebih cerah.

Sebab sebagaimana telah dikatakan oleh Ehud Olmert sehari sebelum pemilihan umum di Palestina bahwa siapapun yang akan menjadi pemenang pemilu di Palestina, Israel akan tetap meneruskan usaha perdamaian unilateralnya. Selain itu dia juga mengatakan bahwa pemerintah Israel akan siap untuk melakukan segala tindakan yang dianggap perlu untuk menjaga keamanan dan integritas politik Israel.

Apapun yang akan terjadi nantinya terhadap usaha perdamaian di Timur Tengah, sekarang ini masih terlalu dini untuk dijadikan sebuah keyakinan. Sebab meskipun kemenangan Hamas paling tidak telah menjadi sebuah pukulan keras terhadap usaha perdamaian di Timur Tengah, tetapi keinginan Hamas untuk membentuk pemerintahan baru di Palestina yang inklusif bisa memberikan makna lain terhadap prospek perdamaian disana.

Kedewasaan politik para pemimpin di Palestina, Israel dan juga para pemimpin politik di dunia akan menjadi kunci penting bagi terwujudnya perdamaian di Timur Tengah. Jangan sampai kasus FIS di Aljazair pada tahun 1991 lalu terulang lagi terhadap Hamas di Palestina.

Your Ad Here

0 Komentar:

Post a Comment


Your Ad Here

Your Ad Here


Kembali Depan