Wednesday, February 08, 2006

Beragam Bentuk Wajah Politik Islam

Kemenangan Hamas dalam pemilu Palestina yang diadakan pada akhir Januari 2006 lalu adalah mengikuti trend naiknya popularitas politik Islam selama setahun terakhir di Asia Barat. Kemenangan Hamas ini adalah contoh terakhir dari berbagai bentuk politik Islam yang banyak mewarnai dunia politik akhir-akhir ini.

Di Iraq, partai-partai politik Syi’ah mendapatkan dukungan suara yang menakjubkan didalam pemilihan umum yang dilaksanakan Iraq beberapa waktu lalu meskipun pada saat yang sama terlihat jelas usaha Amerika Serikat unutk mengangkat kelompok lain sebagai pemenang dalam pemilu itu.

Di Iran, Mahmoud Ahmadinejad, seorang pimpinan generasi baru Iran yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik kepada rakyat miskin Iran dibawah prinsip-prinsip revolusi Islam Iran, terpilih menjadi Presiden Iran, menggantikan Khatami yang moderat.

Di Lebanon, kelompok Syi’ah yang selama ini mempunyai representasi yang lemah, secara mengejutkan mendapatkan dukungan suara yang besar dibawah pengaruh Hizbullah, sebuah organisasi Islam militan yang mempunyai hubungan dekat dengan Iran. Di Saudi Arabia, ketika kerajaan ini untuk pertama kali melangsungkan pemilihan umum demokratis untuk sebuah dewan kota, hasilnya sudah bisa ditebak dimana kelompok Islam garis keras memenangi pemilihan ini.

Pemilihan umum di Mesir juga memberikan fenomena yang tidak berbeda dimana Ikhwanul Muslimin memenangkan 88 dari 150 kursi yang diikuti oleh para anggotanya.

Melihat fenomena-fenomena seperti yang tergambar diatas, sangat mudah bagi kita untuk menyimpulkan bahwa saat ini sebuah kelompok Islam, yaitu Islam garis keras, sedang merajai kancah politik di Asia Barat. Akan tetapi, sebelum menyetujui kesimpulan umum ini, ada baiknya untuk menyimak sebab-sebab yang menjadikan munculnya fenomena-fenomena ini.

Fenomena Islam di Palestina dan Mesir
Di Palestina, Partai Fatah yang didirikan oleh mendiang Yasser Arafat yang kalah telak dari Hamas dalam pemilu lalu saat ini dianggap sebagai sebuah partai yang penuh korupsi dan mementingkan diri pribadi para pengurus partai. Sudah menjadi rahasia umum di Palestina bahwa para pimpinan teras Fatah telah menumpuk jutaan dolar uang bantuan dari negara-negara Barat untuk rakyat Palestina didalam rekening-rekening pribadi mereka.

Selain itu, banyak dikalangan kelompok muda Palestina yang tidak bisa menerima kehadiran tokoh-tokoh tua ‘asing’ yang datang dari Tunisia setelah persetujuan Oslo tahun 1993 lalu yang kemudian mendominasi pusat kekuasaan Palestina. Dan meskipun partai Fatah telah menempelkan poster Marwan Barghouti, seorang pemimpin Palestina muda yang kharismatik yang saat ini berada didalam penjara Israel, sebagai usaha untuk mengambil simpati dan dukungan kaum muda Palestina, usaha ini gagal membuahkan hasil dan bahkan terjadi penolakan kuat terhadap partai Fatah.

Sebaliknya, Hamas selama ini telah mengembangkan sebuah jaringan layanan komunitas yang sangat bagus. Pembunuhan terhadap tokoh-tokoh utama Hamas, Syeikh Yassin dan Abdelaziz Rantisi, oleh Israel seakan telah memberikan faktor emosional yang menguntungkan bagi Hamas didalam pemilu lalu.

Selain itu, keputusan penarikan unilateral Israel dari wilayah Jalur Gaza bulan Agustus lalu telah dapat dimainkan sedemikian rupa oleh Hamas sehingga memberikan kesan bahwa karena usaha-usaha perjuangan yang selama ini dilakukan oleh Hamaslah penarikan Israel ini terjadi. Faktor-faktor lokal ini banyak mempengaruhi proses demokrasi di Palestina yang telah membawa Hamas kepada kemenangan.

Tidak seperti Hamas yang tiba-tiba populer dikalangan rakyat Palestina, Ikhwanul Muslimin di Mesir memulai usaha perlawanan terhadap pemerintah Mesir secara perlahan. Kemenangan Israel atas negara-negara Arab yang dipimpin oleh Mesir dalam perang Arab – Israel tahun 1967 lalu bisa dianggap sebagai titik penting permulaan perlawanan Ikhawanul Muslimin. Sebab pada waktu itu telah menjadi sebuah kepercayaan umum di Mesir bahwa semangat keagamaan Israel yang tiada taranya itu merupakan kunci penting kemenangan Israel atas negara-negara Arab. Sehingga untuk menandinginya, hanya Islam lah yang paling tepat untuk diambil sebagai sumber inspirasi.

Dengan munculnya Anwar Sadat sebagai pengganti Presiden Naser, penggerebekan terhadap tokoh-tokoh Ikhawanul Muslimin sedikit berkurang. Tetapi ketika Husni Mubarak mengambil posisi sebagai pucuk pimpinan Mesir, Ikhawanul Muslimin kembali mendapatkan pengawasan yang cukup ketat.

Tetapi kenyataan bahwa Mesir dibawah Presiden Mubarak hanya menguntungkan segelintir kelompok elit di Mesir, Ikhawanul Muslimin kembali melancarkan kampanye politiknya dengan mengambil bentuk sebagai sebuah alternatif yang lebih baik daripada paham sosialisme sekuler Nasser maupun sistem ekonomi pasar bebas ala Mubarak yang sangat pro-Amerika.

Fenomena Islam Iraq: Syi’ah dan Sunni
Munculnya dominasi kelompok Muslim Syi’ah di Iraq merupakan bentuk lain dari fenomena kekuatan politik Islam di Asia Barat. Sebab, kelompok Muslim Syi’ah telah lama mengalami diskriminasi yang kuat semenjak masa kekuasaan kerajaan Usmania pada tahun 1638 dimana kelompok minoritas Sunni selalu mengontrol jalannya pemerintahan.

Lebih-lebih lagi dimasa pemerintahan Partai Ba’ath di Iraq: kelompok Muslim Syi’ah yang mayoritas mengalami nasib yang sangat buruk dibawah kekuasaan pemerintahan Sunni minoritas.

Akan tetapi, pasca invasi Amerika Serikat ke Iraq pada tahun 2003 yang telah mengakhiri dominasi Partai Ba’ath, kelompok Muslim Syi’ah yang selama ini telah membangun sebuah jaringan perlawanan bawah tanah yang tangguh berusaha untuk mengisi kekosongan ini dan memainkan peranan yang vital di Iraq yang baru. Ini dibuktikan didalam pemilihan umum yang dilaksanakan di Iraq dimana kelompok Muslim Syi’ah memenangkan hampir 80 persen total kursi di parlemen Iraq melalui kemenangan mutlak didaerah-daerah yang mempunyai penduduk mayoritas Muslim Syi’ah.

Pada waktu yang bersamaan, kelompok Muslim Sunni juga mulai mengumpulkan kekuatan mereka kembali melalui pembentukan organisasi-organisasi keagamaan setelah adanya tekanan-tekanan politik dan militer yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Ikatan persaudaraan Muslim Sunni di Iraq menjadi semakin kuat setelah tentara Amerika Serikat melakukan pengeboman secara membabi buta di Fallujah dan adanya laporan-laporan di media nasional dan internasional tentang pelecehan dan penyiksaan terhadap para tahanan di penjara Abu Ghraib yang mayoritas berasal dari kelompok Muslim Sunni.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila Iraqi Accordance Front yang dimotori oleh kelompok Muslim Sunni Iraq berhasil memenangkan kursi-kursi perwakilan yang diperebutkan didalam pemilihan umum diwilayah-wilayah yang didominasi oleh populasi Muslim Sunni.

Sebagai penutup, sementara bisa dilihat bahwa penyebab dari munculnya kembali kekuatan Islam di Asia Barat begitu bervariasi dan penuh dengan muatan-muatan lokal yang berbeda-beda, tetapi perlu ditekankan disini bahwa fenomena-fenomena ini seakan menjadi sebuah jawaban yang sama atas aspirasi-aspirasi dari kelompok-kelompok yang selama ini mengalami penekanan. Absennya sebuah kekuatan alternatif yang sekular dan egaliter saat ini telah menjadikan Islam begitu cepat berkembang menjadi sebuah kendaraan alternatif untuk ekspresi diri dan mobilisasi massa di Asia Barat.

Your Ad Here

0 Komentar:

Post a Comment


Your Ad Here

Your Ad Here


Kembali Depan